1.
Rumah Adat Jawa Barat
Rumah bagi masyarakat Jawa Barat selain berfungsi untuk tempat tinggal juga sebagai tempat aktifitas keluarga dalam berbagai segi kehidupanyang sarat dengan nilai – nilai tradisi. Bahkan berdasarkan hal tersebut maka peranan rumah menurut masyarakat orang Sunda adalah tempat diri jeung rabi (keluarga dan keturunan), serta tempat memancarnya rasa, karsa dan karya. Tempat berlindung dari terik matahari, hujan dan udara dingin. Pada umumnya rumah adat sunda disebut dengan rumah panggung dinamai demikian karena posisi rumah melayang di atas permukaan tanah yang diberi tumpuan terbuat dari batu kali dan ditopang oleh beberapa pondasi tumpuan tersebut disebut wadasan, titinggi, umpak, tatapakan dengan ketinggian sekitar 40 s/d 60 cm. Ruang tanah dangan pondasi rumah disebut kolong imah (kolong rumah), kolong rumah dibuat sedemikian rupa dengan maksud tertentu diantaranya untuk menyimpan kayu bakar dan paranje untuk ternak ayam dan sebagainya.
Bentuk rumah panggung bagi
masyarakat Sunda memiliki makna yang mendalam tentang pola keseimbangan hidup
dimana harus selarasnya antara hubungan vertikal (interaksi diri dengan Tuhan)
dengan hubungan horizontal (interaksi diri dengan lingkungan alam semesta)
manifestasi ini nampak dari bangunan rumah yang tidak langsung menyentuh tanah.
Jolopong (terkulai)
Suhunan jolopong dikenal juga dengan sebutan suhunan panjang, di kecamatan Tomo
Kabupaten Sumedang pada era tahun 30 an atap ini disebut dengan suhunan Jepang.
Jolopong adalah istilah Sunda artinya tergolek lurus, bentuk jolopong merupakan
bentuk yang cukup tua sekali karena bentuk ini terdapat pada bentuk atap saung
(dangau). Bentuk jolopong memiliki dua bidang atap saja, kedua bidang atap ini
dipisahkan oleh jalur suhunan ditengah bangunan rumah. Kebalikan jalur suhunan
itu sendiri merupakan sisi yang sama atau rangkap dari kedua bidang atap.
Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar dengan kedua sisi bawah bidang atap
yang bersebelahan. Sedangkan pasang sisi lainnya lebih pendek dibanding dengan
suhunan dan memotong tegak lurus kedua ujung suhunan itu, dengan demikian di
kedua bidang atap itu berwujud dua buah bentukan persegi panjang. Sisi-sisinya
bertemu pada kedua ujung suhunan. Pada tiap ujung batang suhunan, kedua sisa
atap pendek membentuk sudut pundak dan apabila kedua ujung bawah kaki itu
dihubungkan dengan suatu garis imajiner akan terwujudlah segitiga sama kaki
Bentuk rumah semacam ini dapat dijumpai di Kampung Dukuh Kabupaten Garut.
2. Rumah Adat Jawa Tengah
Jawa Tengah merupakan salah satu
provinsi penting di Pulau Jawa. Selain karena hiruk-pikuk ekonominya, Provinsi
ini juga tersohor karena unsur kebudayaannya yang
masih terjaga.
Salah satu warisan leluhur yang menjadi daya pikat provinsi ini adalah Joglo.
Apa Joglo itu? Hakekatnya Joglo adalah sebutan bagi rumah adat Jawa Tengah.
Bangunan ini menarik dikaji, baik itu dari segi historis maupun arsitekturnya
yang sarat dengan nilai filosofis khas Jawa.
Joglo Dan Unsur Pembangunnya
Sangat menarik untuk mengkaji rumah adat Jawa Tengah ini sebab kita
secara langsung akan bersinggungan dengan nilai-nilai luhur. Jadi, Joglo bukan
sekedar hunian. Lebih dari itu, ia adalah simbol. Simak saja kerangka rumahnya
yang berupa soko guru. Jika diamati, ada empat pilar utama yang menjadi
penyangga utama rumah. Tiang utama ini masing-masing mewakili arah angin,
barat-utara-selatan-timur. Lebih detil lagi, di dalam soko guru terdapat apa
yang dikenal dengan tumpangsari yang disusun dengan pola yang terbalik dari
soko guru.
Jika bagian-bagiannya dibedah, maka rumah adat Jawa Tengah ini terdiri atas beberapa bagian yakni pendhopo, pringgitan dan juga omah ndalem/omah njero. Yang dimaksud dengan Pendhopo adalah bagian Joglo yang lazim dipakai untuk menjamu tetamu. Sementara itu, Pringgitan sendiri merupakan bagian dari ruang tengah yang umum dipakai menerima tamu yang lebih dekat. Sementara itu, yang dikenal dengan istilah Omah Ndalem atau Omah Njero adalah ruang dimana keluarga bisanya bercengkrama. Ruang keluarga ini pun dibagi lagi ke dalam beberapa ruangan (kamar/senthong), yakni senthong tengah, kanan dan juga kiri.
Tak hanya pembagian ruangan, beberapa fitur Joglo juga melambangkan nilai filosofis yang dalam. Sebut saja bagian pintu rumah Joglo yang berjumlah tiga. Pintu utama di tengah, dan pintu lainnya ada di kedua sisi (kanan dan kiri) rumah.Tata letak pintu ini tidak sembarangan. Ia melambangkan kupu-kupu yang sedang berkembang dan berjuang di dalam sebuah keluarga besar.
Selain itu, di dalam Joglo juga dikenal sebuah ruangan khusus yang diberi nama Gedongan. Ia berperan sebagai tempat perlindungan, tempat kepala keluarga mencari ketangan batin, tempat beribadah dan masih banyak lagi kegiatan sakral lainnya. Di beberapa rumah Joglo, Gedongan biasa digunakan multirangkap sebagai ruang istirahat atau tidur. Di lain waktu, ia juga bisa dialihfungsikan sebagai kamar pengantin yang baru saja menikah.
Simbol Status Sosial
Sama seperti rumah adat di daerah lainnya, Joglo juga bisa dijadikan acuan untuk menakar status sosial seseorang. Meski diakui sebagai rumah adat Jawa Tengah, tapi tidak semua rakyat atau masyarakat Jawa Tengah memiliki rumah ini. Mengapa? Sebab meski tampilannya cukup sederhana, namun kerumitan bahan baku serta pembuatan menjadikan proses pembangunan Joglo memakan biaya juga waktu yang melimpah. Dahulu, hanya kalangan priyayi dan bangsawan yang memiliki rumah apin ini. Kini, mereka yang bukan bangsawan tapi berduit bisa saja membangun rumah elegan dan klasik tersebut.
Joglo sebagai rumah tradisional dikenal memiliki desain yang tidak sembarangan. Desain juga struktur ini kemudian mengerucut pada pembagian rumah Joglo itu sendiri, antara lain:
Joglo Dan Unsur Pembangunnya

Jika bagian-bagiannya dibedah, maka rumah adat Jawa Tengah ini terdiri atas beberapa bagian yakni pendhopo, pringgitan dan juga omah ndalem/omah njero. Yang dimaksud dengan Pendhopo adalah bagian Joglo yang lazim dipakai untuk menjamu tetamu. Sementara itu, Pringgitan sendiri merupakan bagian dari ruang tengah yang umum dipakai menerima tamu yang lebih dekat. Sementara itu, yang dikenal dengan istilah Omah Ndalem atau Omah Njero adalah ruang dimana keluarga bisanya bercengkrama. Ruang keluarga ini pun dibagi lagi ke dalam beberapa ruangan (kamar/senthong), yakni senthong tengah, kanan dan juga kiri.
Tak hanya pembagian ruangan, beberapa fitur Joglo juga melambangkan nilai filosofis yang dalam. Sebut saja bagian pintu rumah Joglo yang berjumlah tiga. Pintu utama di tengah, dan pintu lainnya ada di kedua sisi (kanan dan kiri) rumah.Tata letak pintu ini tidak sembarangan. Ia melambangkan kupu-kupu yang sedang berkembang dan berjuang di dalam sebuah keluarga besar.
Selain itu, di dalam Joglo juga dikenal sebuah ruangan khusus yang diberi nama Gedongan. Ia berperan sebagai tempat perlindungan, tempat kepala keluarga mencari ketangan batin, tempat beribadah dan masih banyak lagi kegiatan sakral lainnya. Di beberapa rumah Joglo, Gedongan biasa digunakan multirangkap sebagai ruang istirahat atau tidur. Di lain waktu, ia juga bisa dialihfungsikan sebagai kamar pengantin yang baru saja menikah.
Simbol Status Sosial
Sama seperti rumah adat di daerah lainnya, Joglo juga bisa dijadikan acuan untuk menakar status sosial seseorang. Meski diakui sebagai rumah adat Jawa Tengah, tapi tidak semua rakyat atau masyarakat Jawa Tengah memiliki rumah ini. Mengapa? Sebab meski tampilannya cukup sederhana, namun kerumitan bahan baku serta pembuatan menjadikan proses pembangunan Joglo memakan biaya juga waktu yang melimpah. Dahulu, hanya kalangan priyayi dan bangsawan yang memiliki rumah apin ini. Kini, mereka yang bukan bangsawan tapi berduit bisa saja membangun rumah elegan dan klasik tersebut.
Joglo sebagai rumah tradisional dikenal memiliki desain yang tidak sembarangan. Desain juga struktur ini kemudian mengerucut pada pembagian rumah Joglo itu sendiri, antara lain:
- Rumah Joglo Pangrawit.
- Rumah Joglo Jompongan.
- Rumah Joglo Limasan Lawakan.
- Rumah Joglo Semar Tinandhu.
- RUmah Joglo Mangkurat.
- RUmah Joglo Sinom.
- RUmah Joglo Hageng.
Oleh karena cita rasa seni yang tinggi tercermin dari rumah adat Jawa Tengah tersebut, tidak heran jika ia menjadi salah satu aset budaya yang wajib untuk dilestarikan dari generasi yang satu hingga generasi selanjutnya.
3. Rumah Adat Jawa Timur
Rumah adat Joglo adalah rumah adat dari daerah Jawa Timur. Di daerah Ponorogo banyak ditemukan rumah adat Joglo. Umumnya Rumah Joglo yang terdapat di daerah Ponorogo memiliki dua ruangan, yaitu: ruang depan dan ruang belakang.
Ruang depan/pendopo biasanya difungsikan sebagai tempat menerima tamu, tempat mengadakan upacara adat dan sebagai balai pertemuan. Sedangkan ruang belakang terdiri dari kamar dan dapur.
Pada Rumah Joglo, ruangan utama atau ruangan induk dibagi menjadi 3, yaitu: sentong kiwo, sentong tengah dan sentong tengen.
Dalam masyarakat Jawa, kamar tengah merupakan kamar sakral. Dalam kamar ini pemiliki rumah biasanya menyediakan tempat tidur atau katil yang dilengkapi dengan bantal guling, cermin dan sisir dari tanduk.
Kamar tengah umumnya juga dilengkapi dengan lampu yang berfungsi sebagai pelita, serta ukiran yang memiliki makna sebagai pendidikan rohani.
Di sebelah kiri (barat) terdapat dempil yang berfungsi sebagai tempat tidur orang tua yang langsung dihubungkan dengan serambi belakang (pasepen) yang digunakan untuk membuat kerjinan tangan.
Sedangkan disebelah kanan (timur) terdapat dapur, pendaringan dan tempat yang difungsikan untuk menyimpan alat pertanian.
4. Rumah Adat Bali
Rumah Gapura Candi Bentar merupakan
rumah adat resmi Provinsi Bali. Hunian tradisional ini tergolong salah satu yang
terunik di tanah air. Dalam Rumah Gapura Candi Bentar—dan rumah adat Bali
lainnya—nilai-nilai spiritualitas, tradisi, dan estetika, berpadu harmonis
menghadirkan pesona kebudayaan yang adiluhung.
Istilah “Gapura Candi Bentar” sendiri sejatinya merujuk pada bangunan gapura yang menjadi gerbang pada rumah-rumah tradisional Bali. Gapura tersebut terdiri dari dua buah candi serupa dan sebangun, tetapi merupakan simetri cermin, yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk ke pekarangan rumah. Gapura tersebut tidak memiliki atap penghubung pada bagian atas, sehingga kedua sisinya terpisah sempurna, dan hanya terhubung dibagian dalam oleh anak-anak tangga yang menjadi jalan masuk.
Istilah “Gapura Candi Bentar” sendiri sejatinya merujuk pada bangunan gapura yang menjadi gerbang pada rumah-rumah tradisional Bali. Gapura tersebut terdiri dari dua buah candi serupa dan sebangun, tetapi merupakan simetri cermin, yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk ke pekarangan rumah. Gapura tersebut tidak memiliki atap penghubung pada bagian atas, sehingga kedua sisinya terpisah sempurna, dan hanya terhubung dibagian dalam oleh anak-anak tangga yang menjadi jalan masuk.
Selain di Pulau Bali, gapura dengan
tipe seperti ini juga bisa dijumpai di Pulau Jawa dan daerah Lombok. Gapura
Candi Bentar pertama kali mucul pada zaman Majapahit. Di area bekas Kesultanan
Mataram, di Jawa Tengah dan Yogyakarta, gerbang serupa ini juga dikenal dengan
sebutan “supit urang” (capit udang).
- Bagian dan Fungsi Rumah Adat Bali
Prawata (2004; 8) menjelaskan bahwa
rumah, bagi orang Bali adalah keseluruhan bangunan dalam pekarangan yang
bisanya dikelilingi tembok (panyengker). Berikut adalah bangunan-bangunan yang
dimaksud beserta masing-masing fungsinya. Sanggah atau pamerajan yang merupakan
tempat suci bagi keluarga, panginjeng karang yang merupakan tempat untuk memuja
roh yang menjaga pekarangan, bale manten, yakni tempat tidutr kepala
keluarga, gadis, serta menyimpan barang berharga (kadang digunakan pasangan
yang baru menikah), bale gede/bale adat sebagai tempat upacara lingkaran hidup,
yang dalam kehidupan sehari-hari digunakan sebagai bale serbaguna, bale dauh
sebagai tempat kerja, pertemuan, dan tempat tidur anak laki-laki, paon atau
dapur sebagai tempat memasak, dan lumbung, sebagai tempat menyimpan padi/hasil
bumi.
- Nilai-nilai dalam Rumah Adat Bali
Rumah Gapura Candi Bentar, dan rumah
adat Bali lainnya, memiliki ciri khas yang tidak ditemui di daerah lainnya di
tanah air, bahkan di dunia. Rumah Bali dibangun dengan aturan yang disebut Asta
Kosala Kosali, yakni filosofi yang mengatur tatahubungan antara manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
Umumnya, sudut utara-timur adalah
tempat yang lebih disucikan, sehingga diletakan ruang-ruang yang lebih dinilai
suci, sedangkan sudut barat-selatan merupakan sudut yang lebih rendah derajat
kesuciannya dalam tata ruang rumah, yang biasanya merupakan arah masuk ke hunian
atau untuk bangunan lain seperti kamar mandi dan lain-lain.
Ditinjau dari sudut pandang ilmu
bumi, arsitektur Bali menyesuaikan dengan iklim tropis Indonesia dan keadaan
dataran tinggi maupun rendah. Di daerah dataran tinggi pada umumnya bangunannya
kecil-kecil dan tertutup, demi menyesuaikan keadaan lingkungannya yang
cenderung dingin. Tinggi dinding di buat pendek, untuk menghindari sirkulasi
udara yang terlalu sering. Luas dan bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak
beraturan disesuaikan dengan topografi tempat tinggalnya. Sementara untuk
daerah dataran rendah, pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa
dimanfaatkan sebagai temapt berkumpul massa untuk agenda-agenda adat tertentu,
yang umumnya berdinding terbuka, di mana masing-masing mempunyai fungsi
tersendiri.
Dari segi material, bahan bangungan
yang digunakan bergantung pada tingkat kemapanan si pemiliknya. Masyarakat
biasa menggunakan popolan (speci yang terbuat dari lumpur tanah liat) untuk
dinding bangunan, sedangkan golongan raja dan brahmana menggunakan tumpukan
bata-bata. Untuk tempat suci/tempat pemujaan baik milik satu keluarga maupun
milik suatu kumpulan kekerabatan, menggunakan bahan sesuai kemampuan ekonomi
masing-masing keluarga. Seperti untuk bahan atap menggunakan ijuk bagi yang
ekonominya mampu, sedangkan bagi yang ekonominya kurang mampu bisa menggunakan
alang-alang atau genteng.
5. Rumah Adat Sulawesi Utara
Pulau
Sulawesi merupakan
satu dari lima pulau besar di Indonesia. Bentuknya yang menyerupai huruf K ini
dibagi lagi ke dalam beberapa wilayah. Salah satunya adalah Provinsi Sulawesi
Utara dengan ibukota Manado. Sudah pernah berkunjung ke tempat ini? Provinsi
yang terdiri atas 11 kabupaten dan 4 kota ini tersohor karena beberapa hal.
Salah satunya tentulah nilai budaya. Pernah mendengar nama Walewangko? Istilah
ini merujuk pada rumah tradisional suku Minahasa yang mendiami Sulawesi Utara.
Kini, ia juga dikenal luas sebagai rumah adat Sulawesi Utara.
Rumah Pewaris
Nama lain dari Walewangko adalah Rumah Pewaris. Rumah adat yang satu ini
memiliki tampilan fisik yang apik. Ia secara umum digolongkan sebagai rumah
panggung. Tiang penopangnya dibuat dari kayu yang kokoh. Dua di antara tiang
penyanggah rumah ini, konon kabarnya, tak boleh disambung dengan apapun. Bagian
kolong rumah pewaris ini lazim dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan hasil
panen atau godong.
Seperti rumah adat lainnya, rumah adat Sulawesi Utara ini dibagi juga ke dalam beberapa bagian utama antara lain:
Rumah Pewaris
%2Bsulut.jpg)
Seperti rumah adat lainnya, rumah adat Sulawesi Utara ini dibagi juga ke dalam beberapa bagian utama antara lain:
- Bagian depan yang dikenal juga dengan istilah lesar. Bagian ini tidak dilengkapi dengan didnding sehingga mirip dengan beranda. Lesar ini biasanya digunakan sebagai tempat para tetau adat juga kepala suku yang hendak memberikan maklumat kepada rakyat.
- Bagian selanjutnya adalah Sekey atau serambi bagian depan. Berbeda dengan Lesar, si Sekey ini dilengkapi dengan dinding dan letaknya persis setelah pintu masuk. Ruangan ini sendiri difungsikan sebagai tempat untuk menerima tetamu serta ruang untuk menyelenggarakan upacara adat dan jejamuan untuk undangan.
- Bagian selanjutnya disebut dengan nama Pores. Ia merupakan tempat untuk menerima tamu yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik rumah. Terkadang ruangan ini juga digunakan sebagai tempat untuk menjamu tamu wanita dan juga tempat anggota keluarga melakukan aktifitas sehari-harinya. Pores ini umumnya bersambung langsung dengan dapur, tempat tidur dan juga makan.
Jika kita cermati, keunikan rumah
pewaris ini terletak dari arsitektur depan rumah. Perhatikan saja susunan
tangga yang berjumlah dua dan terletak di bagian kiri dan kanan rumah. Konon
kabarnya, dua buah tangga ini berkaitan erat dengan kepercayaan suku Minahasa
dalam mengusir roh jahat. Apabila roh tersebut naik melalui tangga yang satu
maka serta merta ia akan turun lagi melalui tangga lainnya.
Rumah adat Bolaang Mangondow
Rumah adat Bolaang Mangondow
Selain rumah pewaris atau
Walewangko, dikenal juga rumah adat Sulawesi Utara lainnya yakni Bolaang
Mangondow. Rumah yang satu ini memiliki atap yang melintang dengan bubungan
yang sedikit curam. Bagian tangganya ada di depan rumah dengan serambi tanpa
dinding. Adapun ruang dalam terdiri atas ruang induk dan ruang tidur. Ruang
induk ini terdiri atas ruang depa, tempat makan juga tempat tidur serta dapur
yang ada di bagian belakang rumah.
ituDomino - Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker Texas Indonesia
BalasHapusAgen Judi Online Terpercaya dan Terbaik di Indonesia
Menyediakan berbagai macam permainan Judi Kartu Online Terlengkap
1 ID untuk 9 Permainan yang disediakan oleh Situs ituDomino
• AduQ
• Poker
• BandarQ
• Domino99
• Bandar 66
• Capsa Susun
• Bandar Poker
• Bandar Sakong
• Perang Baccarat
• Bonus Cashback 0.3% (dibagikan 2x setiap Minggunya)
• Bonus Refferal 20% (dibagikan setiap Minggunya seumur hidup)
• Customer Service 24 Jam Nonstop
• Support Bank Lokal Indonesia (BCA, BNI, BRI, Mandiri, Danamon, Permata Bank)
• Pusat Bantuan ituDomino
• Pusat Bantuan ituDomino
• Deposit Via Pulsa, OVO & Gopay
LINE : ituDomino
WECHAT : CS_ituDomino
TELEGRAM : @ituDomino
WHATSAPP : +855.8933.9786
WORLD CUP - AFC QUALIFICATION: 2ND ROUND GROUP G
BalasHapusIndonesia vs United Emirates Arab
WA : +85516326756
Atau bisa Klik Disini https://bit.ly/utamacs2
Silahkan Bosku ^^
#sepakbola #timas #bola #indonesia #UniEmirateArab #sepakbbola #perancis